Lapangan Tegalega..
Lapangan Tegalega, sebuah lapangan yang di dalamnya
terdapat berbagai macam kegiatan. Dari mulai olahraga sampai berdagang.
Agak aneh juga memang di daerah bandung ini, di setiap tempat pusat
olahraga, banyak orang yang jualan disekitarnya. Mungkin, dikarenakan
pusat olahraga, maka secara otomatis akan banyak orang yang berkunjung
ke sana, makanya pedagang-pedagang ini
aji mumpung (bukan aji
sedot. red) untuk berjualan. Akan tetapi, hal ini tak bisa disalahkan
juga, tak sedikit juga orang-orang yang datang pada tempat ini bukan
dengan niatan untuk olahraga, tapi memang untuk membeli/menkonsumsi
sesuatu. Ya, benar, masyarakat indonesia sudah menganut paham
konsumerisme sekarang. (
mending meuli daripada nyieun)
Semenjak adanya KAA tahun , kawasan ini menjadi agak rapi, dibanding
sebelum-sebelumnya. tau sendiri kan sebelum-sebelumnya tagalega gituh.
terkenal sebagai tempat ‘gitu-gituan’, apaan yah.. yah orang bandung
pasti tau. Umumnya orang yang berolahraga di sana adalah orang yang
sudah berumur, kebanyakan kakek-nenek, yaah mirip-mirip dengan sabuga
ternyata. Lalu, yang muda-mudanya pada kemana yaah?
Hari sabtu yang muda emang lebih banyak tapi tetep aja kalah
kuantitas ama aki-aki nini-nini. Giliran hari minggu, baru yang mudanya
pada numplek di Tegalega. Tapi kegiatan utamanya bukan olah ‘raga’ tapi
olah ‘mata’ ama be’gaya. Kalo dipikir-pikir lagi, orang muda ini emang
aneh ya…. Kalo saya liat di teve, mereka yang (boleh dibilang) paling
lantang demo ini demo itu, bentar-bentar protes ini protes itu,
dibilangnya pemerintah kurang begini kurang begitu, koq ada fasilitas
dari pemerintah bukannya dimanfaatkan sebaik-baiknya? -angelus-red.
Sebuah Monumen/Tugu Bandung Lautan Api berada di dalamnya. Tugu yang
merupakan simbol perjuangan dan kerelaan para penduduk yang mengungsi
keluar Bandung pada 24 Maret 1946. Peristiwa “Bandung Lautan Api”
merupakan suatu rangkaian peristiwa sejarah yang terjadi pada tanggal 24
Maret 1946, dalam waktu tujuh jam sekitar 200.000 penduduk Bandung
mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka lalu
meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan kota Bandung, dan
beberapa tahun kemudian lagu “Halo-halo Bandung” ditulis untuk
melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta
yang telah menjadi Lautan Api. (
bandungheritage.org).
Sayangnya gak semua yang tahu (dan pasti banyak banget yang gak tahu),
bahwa jejak peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) juga diabadikan dalam 10
stilasi yang tersebar di 10 lokasi. Stilasi ini berupa monumen mini
karena hanya berukuran tinggi sekitar 1,5m. Adapun cerita lengkap
mengenai kesepuluh stilasi bisa anda baca di
sini .
Sore menjelang malam hari, kawasan disekitar tegalega tepatnya daerah
otista dan astana anyar, para pedagang kembali menjajakan dagangannya.
Dari mulai pedagang buah sampai ke pedagang sepatu, semuanya ada.
Sepatu-sepatu disini tak kalah dengan yang ada di toko-toko ataupun
mal-mal. Kalo dilihat sepintas dari sisi luar sih hampir mirip, tak ada
yang beda, tapi tak jarang koq ada pula yang memang asli.
hmmh.. berbelanja di tegalega biasakan tawar menawar, biasanya tawar
setengah harga dulu, lalu nego. Kalau negonya macet dan harga nggak bisa
turun lagi, ya beli aja kalo emang barang nya bagus. Sudah murah ini
juga, kan?
Adapun kata-kata dari pedagang yang selalu diingat penulis ketika berbelanja sepatu di sana
“dina rugina ge gayaaa” . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar